Kumpulan Prosa tema 'Saat Bersamamu' Terbaru update 2020


Kumpulan Prosa tema "Saat Bersamamu"  - Sobat IMYID sudah lama tidak memberikan postingan contoh Prosa dengan tema cinta . kumpulan prosa bertema sedih, kumpulan prosa pendek, atau jika berminat membaca postingan - postingan sebelumnya mengenai prosa dan puisi  .  Berikut contoh Prosa dengan tema Saat Bersamamu.



Menjemputmu dalam doa


Ketika orang lain bertanya, siapakah kamu? Aku tidak bisa menjawabnya. Ketika orang lain bertanya, siapa namamu? Aku tidak bisa menjawabnya. Dan bahkan, ketika orang lain bertanya kepadaku, kapankah kamu akan menetap bersamaku? Akupun tidak bisa menjawabnya.
Jodohku. Satu kata yang mampu membuat diriku bertanya tanya. Tentang seseorang, yang bahkan mungkin belum pernah ku jumpai hingga saat ini. Seseorang asing, yang bahkan kelak akan menemani hidupku hingga akhir hayatku. Seseorang yang akan selalu ku temui, disetiap hari hariku.
Aku memang bukan orang yang baik. Namun apakah aku tidak bisa mendapatkan seseorang yang lebih baik? Aku ingin ia yang mampu membimbingku menuju Syurga-Nya. Dia yang mampu membuatku tersenyum dan selalu merasa nyaman, ketika aku berada di sampingnya. Akankah aku akan di pertemukan dengan orang seperti itu?

Teruntuk kamu, seseorang yang kelak akan menjadi imamku, aku tidak tahu tentang dirimu saat ini. Siapakah kamu, siapa namamu, bagaimana bentuk wajahmu dan bagaimana sifatmu. Ini seolah masih menjadi misteri bagiku. Namun aku tahu, siapapun dirimu, aku yakin kamulah seseorang terbaik yang Allah takdirkan untukku, menemani hidupku hingga akhir hayat.

Teruntuk kamu, meskipun kini kita belum pernah saling berjumpa, atau bahkan bertegur sapa, namun aku ingin menjadi seseorang yang terbaik untuk dirimu. Seseorang yang mampu mencintaimu karena kecintaan Allah kepadaku. Teruntuk kamu, calon imamku, mungkin kini kita masih harus berjuang dan berdoa. Kita pun masih harus memperbaiki diri masing masing, agar kelak, ketika Allah mempertemukan kita suatu saat nanti, kita akan dipertemukan dengan penuh kebahagiaan dan rasa syukur terhadap Allah swt.

Sejauh Hati Kita Bersama

Angan dikata tak pernah hengkang dari tempat tidurnya, tak pernah jenuh menatap pekat dalam panjangnya malam. Hati pun tak pernah risau gelisah, meski berlarut dalam khayalan. Itu semuanya karena engkau yang tak pernah jemu-jemu mengahampiriku dalam mimpi, itu semua karena dirimu yang tak pernah henti-hentinya memberikan aku harapan, itu semua karena cintamu yang tak terputuskan memberiku ketenangan.

Pikiran melayang pun tak apa dikata orang gila. Tak peduli pada dunia yang menertawakan cita yang kudamba. persetan dengan semuanya, karena cinta yang kau janjikan itu sempurna. Kini hanya tinggal menunggu restu dari Sang Maha Pengendali Cinta, kini kita hanya tinggal menunggu kepastian Yang Maha Kuasa. Kini kita hanya cukup bermodalkan doa, kerena segala upaya telah semuanya terlaksana.

Peduliku, jika tak secepat perkiraan hati menghitung, maka penantian akan tetap berlanjut hingga ke surga. Jika perjuangan tak secepat harapan yang kita nantikan, maka cinta akan kubawa pulang untuk engkau di padang mahsyar. Jika hati tak cepat bersatu karena Tuhan tak kasih restu, maka mati yang akan palang pintu dari restu itu.

Manisnya madu dan pahitnya empedu akan sangat sulit kita bedakan nantinya jika kita telah bersama. Tajamnya penghianatan taka akan pernah rasakan melukai karena kita yang tak pernah bisa dikotori. Kita akan selalu satu walau mereka akan selalu mengadu. Kita pun akan selalu mencinta, walau mereka tak pernah terima. Biarkan mereka berencana, sedang kita akan selalu bersama.
Semuanya akan terasa indah, semuanya akan terasa amat indah.


Mungkin Nanti

Aku telah tersapu oleh angin musim berlapis, dan aku menangis. Aku kehilangan secercah cahaya yang selalu aku yakini berada disisi, tapi ia telah menepi, dan pergi bersama sunyi. Seisi hatiku mungkin telah tertatih untuk merasakan bagaimana bertepuk sebelah tangan, sebab mulutku selalu bungkam untuk mengungkapkan.

Aku berada dalam titik takut menghimpit dadaku. Dimana remang, resah, sendu bersatu, lalu mataku merasa malu untuk melihatmu. Aku tidak menghubungimu lagi, kini hilang dering telepon yang selalu membuatku tersenyum sendiri, Tapi jemariku ini selalu menjadi penyembuh, ia selalu menuliskan bait kalimat penghapus peluh disaat hati tengah teredam gemuruh.

Barangkali, serpihan sepi dalam hidupmu telah terbingkai sempurna dalam figmen-figmen yang menyemangati jiwa. Saat kau tidak membutuhkanku lagi, aku percaya kau akan tetap bahagia tanpa melihatku dulu.

Mungkin nanti, jika waktu berdeku pada poros kau dan aku, akan ada cipta yang terikat dengan sebab karena cinta. Yang kini terlintas dalam angan setinggi angkasa, yang kelak akan terikat semesta agar mampu melangkah bersama selamanya.

Perpisahan yang nyata

Bertahun yang lalu kita memulai semuanyanya. Saling menitipkan hati agar selalu menjaga tanpa membuat kecewa. Keyakinan akan kebersamaan begitu kuat mengikat hingga tak pernah perduli dengan apa apa yang terlihat pekat.

Sapaan pagimu adalah sarapan yang membangkitkan harapan. Obrolan ringan tentang masa depan tak pernah henti kita rencanakan.seakan tak ingin kehilangan waktu barang sedetik, kita selalu bertukar kabar walalu lewat ketik.

Sungguh, saat bersamamu adalah waktu terindah, hingga tak pernah ada bayangan bahwa kita akan berpisah. Namun semua angan nampaknya kan kita hempaskan setelah jarak tak mampu membuat kita bertahan. Dan kini ku sadari bahwa perpisahan yang semula tak akan ada ternyata jelas nyata..

Lebam dalam temu

Persimpangan jalan di bulan lalu, dimana sedikit hembusan angin dari arah barat menerbangkan beberapa anak rambut. Petrikor menyeruak pada rongga pernafasan yang memang kala itu mulainya mega bercerita ria pada coklat tanah. Membuat sedikit basah sandang yang tengah dipergunakan dan melekat pada tubuh hamba. Pun aku salah satunya. Tak hanya itu, jauh di relungku juga ada yang basah sebab darah yang bukan sebenarnya darah. Ada luka yang tak kasat di dalamnya.

November lalu bercerita, bahwa ada kisah cinta yang mengharu biru. Ada hati yang lebam sebab temu singkat namun membekas bukan untuk sesaat. Yah, waktu itu aku gadis dengan seragam putih abu-abunya, tengah menatap penuh binar pada si pemilik netra dengan iris hitam pekat. Sudut bibirnya yang tak pernah melengkung, semakin membuat aku jatuh pada rasa yang kian mengakar kuat pada tiap-tiap temu berikutnya. Citaku yang berupa cinta semakin membumbung.

Tak dapat terhenti, tapakannku mulai menjejak pada relungnya. Sedikit tersentak, ruangnya hampa. Kedap juga temaram. Seakan tak ada sisi yang membatasi. Ternyata aku jatuh pada hati yang salah. Namun bagaimanapun, rasaku sudah menyentuh mega. Mencipta kelabu tersendiri di pelosok kalbuku. Membasahi netra yang menjadi sebab dari sembab saban malamnya.

Yah, Desember kali ini menjadi temu terakhir kalinya setelah aku sadar dari sebelumnya. Tak ada yang benar-benar bisa aku tempatkan asaku pada lelaki pemilik wajah dingin itu yang sedingin pertemuan yang lalu antara gerimis juga jalanan yang basah.



Jika Berkenan

Teruntuk kita yang masih dalam diam, menunggu pertemuan itu ada, meski pertemuan itu tak berarti dan aku tidak peduli penting atau tidak bagimu.

Kita dipertemukan dengan rasa yang salah di waktu yang tepat, melakangkah bersama luka yang belum pulih, entah setelah ini berubah atau tidak atau bahkan lebih sakit dari ini.
Aku tak peduli masa lalumu, indah atau tidak itu bukan urusanku, kini kau tlah disini, aku harap hatimu tak disana lagi.

Dan aku disini merawat sayap-sayapmu yang patah oleh masa lalu, menyatukan kembali puing-puing yang pernah hilang atau sekedar retak hingga remukan yang tak lagi utuh
Dan izinka aku untuk menemanimu kelak, melewati hari penuh teka-teki dan kejutan meskipun disana akan ada luka

Titik hilang.

Nostalgia. Haha, iya mungkin seseorang seperti diriku bisa apa sih selain gagal moveon? Seberapa besarpun kau belajar melupakan itu justru membuat kau semakin mengingat setiap saat. Maaf jika aku bisa berterus terang untuk apa melupakan jika akhirnya menjadi kenangan indah yang bisa kita ingat.

Kekasih? Hmmm, sepertinya aku tak punya. Dan bahkan bukan tak punya tak ingin kupunyai setelah kau langkahkan jenjang kakimu ke lain hati. Sakit? Ngga kok bisa kupendam.
Ikhlasnya sebuah sanubari tak mampu goyah memecahkan ingatan. Setiap langkah selalu begitu. Dan kuberdoa semoga dalam titik ingat ku ini selalu hilang terbawa angin.

Teruntuk dirimu yang masih disimpan rapat oleh tuhan. Maafkan aku pernah mencintai jodoh orang lain tanpa sepengetahuan dirimu. Jodohku, aku harap kau bisa menerima kenyataan bahwa kau bukanlah cinta pertama namun labuhan asmara yang terakhir.

Kubelai nisanmu, mungkin sudah jalan tuhan menghilangkan titik temu kita. Semoga jodohku pun menjemputku membersamaimu. Kenyataannyalah yang seperti itu dia cinta pertamaku yang hilang dan kau pelengkap yang menyeruak dalam kalbu. Terima kasih atas segala hal yang kau beri untukku. Selamat tinggal.


Suatu Saat Bersamamu Pria Sholehku

Disudut tempat dibatasi dinding dan hamburan barang-barang buku binder, bolpoin, tisu berserakan karena flu yang melanda dan pemandangan yang amat tak enak tuk dipandang sebagai wanita yang tak rapi. Oh jangan salah dia, wanita ini dia menjungjung tinggi kebersihan dan kerapian. Percaya tidak percaya kamu harus percaya itu. Berbisik pada sang siang akankah rasa untuknya dapat ia rasakan?

Pada sang waktu berjalan diganti pagi, siang, sore berganti malam adakah sesosok pria sholeh menjadikan diriku sebagai pendamping untuknya? Kukatakan pada bintang beri petunjuk untukku, kuteriak pada bulan adakah dia menginginkan kujua? Nyatanya mereka tak membantu sama sekali alhasil hanya satu tempatku meminta pada Dia sang pemilik diri, pada Dia penggengam rasa dan hati insan-Nya.

Kuukir kalimat dan kata tentang rasa untukmu dilembaran kertas kosong yang kusimpan rapat dan rahasia atau kutulis pada postinganku di media sosial tentang rasa untukmu seorang. Iya kamu yang lagi baca ini. Ya kamu sesosok pria sholeh yang taat pada perintah-Nya dan jauhi larangan-Nya. Di belahan provinsi, kota, desa, bahkan dusun priaku atau malahan di belahan Negara lain kau bersembunyi menyibukkan diri memperbaiki diri untukku dan untuk dirimu.

Suatu saat bersamamu dimeja bersama, dirumah bersama, diatas ranjang bersama, terlebih diatas singgasana satu hari merayakan hari jadiku dan hari jadimu. Tak perlu rumah mewah bak istana kita tempati nanti bersama keluarga kecil kita dengan anak-anak yang menggemaskan. Cukup rumah sederhana yang damai dan tentram sangat lebih dari cukup. Karena. Aku bukan penunutut untuk hidup mewah. Sedari kecil aku di ajari hidup berkecukupan dengan orang tuaku. Maka tak perlu risau pria sholehku.

Suatu saat bersamamu dan kedua anak kembar kita. Iya, aku menginginkan anak kembar. Sewaktu SMA aku sudah berdoa dan meminta itu pada Tuhanku. Bukankah anak kembar itu menggemaskan? Oh sungguh kutak sabar menunggu hari dimana aku mengendong mereka dan mendengar rengean mereka dan memarahi mereka dengan kalimat keibuanku. Ini aku Umi Darsiah gadis berusia 20 tahun menulis ini untukmu pria sholehku. Tetaplah tenang dan jangan khawatir berusahalah Tuhanku dan Tuhanmu akan beri jalan untuk diriku dan dirimu menjadi keluarga dalam ikatan sah dan halal pria sholehku.


Menghitung Hari

Dalam perjalanan yang cukup panjang, aku mampu menunggumu dalam keheningan malam. Meski sempat ingin menyerah tapi hatiku cukup kuat mempertahankannya. Banyak sekali rintangan yang ku hadapi, mungkin kau juga sama merasakannya. Kasih, setiap malam aku berdoa memohon kepada semesta agar kita kelak bisa bertemu tanpa ada jarak pemisah lagi, aku berdoa supaya kita tak perlu memandang langit agar rindu tersampaikan, pun tak perlu menangis diantara bintang-bintang. Tapi, semua itu masih imajinasiku yang ku ceritakan pada semesta agar menjadi nyata.

Kasih, sudah milyaran rindu yang kutulis dalam bait puisi. Mungkin kau takkan sanggup membacanya lagi. Kasih, jangan nakal di sana ingat aku di sini menunggumu tanpa tahu waktu, ingat aku yang rela menyulam rindu dengan goresan tinta lalu menjadikannya aksara.

Tak ku sangka doa-doa yang dulu kurapalkan akhirnya terkabulkan. Semesta dengan sangat baik akan menghadirkanmu di depan mataku. Bukan angan-angan lagi, kali ini nyata. Kau akan pulang membawa rindu yang kau simpan sendirian. Lalu kita akan bersua merayakan hari yang tiada dua. Kau datang. Beberapa hari lagi kau akan menggenggam tanganku, memelukku dan mencium keningku.

Hasil dari sebuah penantian

Ketika senja mengeluarkan cahaya emasnya di temani kicauan-kicaun burung riuh bersorak ramai yang akan pergi kesangkar malamnya, mengingatkanku akan seseorang yang selalau ku rindu, harapan yang selalu ingin bertemu, memintanya dalam sujud tasbihku semoga namumu lah yang telah disandingkan dengan namaku di lauhil mahfudz dulu

Sebuah jarak yang memisahkan berlapis suatu keinginan untuk mengejar cita-cita, mengharap cinta dari-nya. Mungkin ini sebuah bentengan kecil dalam perjalanan menuju keindahan, tombak-tombak masalah menghampiri , namun sudah terbiasa ku takani dengan memilihmu untukku
Rindu itu meronta-ronta seakan membunuhku, hingga tak sadar air mata ini jatuh di bumi. Jemariku tak henti menulis namamu disetiap buku kecil sebagai pelampisan, akan kah kau yang dirindu merasa hal yang sama? jika ku ceritakan mungkin kau tak sanggup untuk membaca syairan yang ku tulis tentangmu

Diantara duri ada secercah bunga harapan, hingga ilahi mendengar semua keluh kesah di perantara sajadah membuat khilap akan semua kenangan dulu untuk mengerjaramu kini telah digantikan dengan sebuah bunga indah sedang menatapaku


Doaku Melangit Di atas Sajadah

Ketika aku menutup mataku dalam malam sendu, dipembaringan aku masih memandang langit kelabu. Sunyi terasa malam ini tanpamu. Sebenarnya aku ingin jujur padamu, mengabarimu bahwa aku ingin bersamamu. Walau ku tahu mustahil bagi keluargaku menerima dirimu sepenuhnya . Agama yang berbeda menjadi batas antara kita. Gunjingan lontaran gosip tentangmu. Semuanya yang buruk-buruk mereka bicarakan. Dari mulut ke mulut. Menjadi satu perbincangan heboh yang tak berujung dan beralasan logis. Entah, mengapa aku bisa mencintaimu dalam sekejap dalam tatapan singkat. Aku mulai nyaman, hari-hari ku lalui penuh senyuman selama kamu ada didalam hidupku. Aku tahu cinta ini terlarang. Hubungan ini tidaklah direstui oleh mereka yang mengomentari bahwa berbeda agama mustahil untuk bersatu. Aku berusaha menjadi terbaik untukmu begitupun kamu
Terbesit dalam pikirku, hatiku mulai beradu dengan logikaku untuk meninggalkanmu. Tapi, aku tidak bisa. Hatiku ingin menetap, aku ingin bersamamu selamanya. Walaupun kita berbeda. Orang-orang tidak menerima. Aku tetap setia pada satu hati yang membawa perubahan dalam hidupku. Mengalirkan hal-hal positif dalam diriku. Menjadi sosok wanita kuat dan tangguh melawan zaman yang semakin miris etika moral. Aku meminta pada Tuhan dalam setiap doa dan sujudku agar kita dipersatukan dalam ikatan pernikahan. Aku jua meminta kepadaNya agar dirinya bisa mendapatkan hidayah agar perbedaan bisa mengikuti kebenaran hakiki dari Tuhan. Kebenaran hakiki yang dibawa nabi Muhammad sebagai suri tauladan dan pemimpin umat.



Keteduhan

Menyulam rasa tanpa henti, berharap akan ada suka yang dibalas dengan nurani. Habituasi bergulir, meski kadang bifurkasi lancang melingkupi. Aku berharap pada doa-doa yang melangit, agar mereka tetap kokoh meskipun harus bersaing dengan sengit. Relogika berkecamuk, apa yang kuingin seringkali membuat remuk.
Menatapmu saja aku tidak mampu, apalagi harus duduk berdua di kursi taman yang berwarna coklat tua itu. Memiliki kesempatan untuk menodongmu dari kejauhan, sudah lebih dari cukup untukku. Debar-debar tertahan akan perasaan yang menagih pertanggung jawaban selalu kunikmati sebagai teman. Berharap jika kenyataan sudi menggenggam maka aku sudah terbiasa dengan keadaan.
Jika waktu mengizinkan maka akan kurajut kisah kita tanpa dusta. Menua bersama diiringi senja. Memintal hari dengan doa dan kisah kasih berdua. Mungkin semesta akan cemburu, yang terpenting kamu selalu menjadi alasan mengapa aku harus menikmati detak-detak waktu.
Tidak peduli pada argumen yang membuncah, takkan kubiarkan arogansi menjamah. Aku siap mereduh riwayat sampai tamat. Menghadapi segala konsekuensi tanpa memilih pergi. Tapi kumohon sayangi dan bimbinglah aku setulus hati.


Aku Akan Menemuimu

Saat senja mulai memerah merona. Kutitipkan asa padaNya. Sebelum gulita hendak menjemput. Kuceritakan sebait kerinduan padaNya. Kutengadahkan tangan di bawah binar rembulan. Kuceritakan padaNya akan rindu yang sedang memuncah. Tak terbendung lagi.
Hening malam mencekam rasa. Sepi. Inginku menyepi pada rindu yang setia tergenggam rapat.
Apalah daya, aku tak sanggup dengan semuanya. Kita berada di bawah cakrawala yang sama, tetapi karena disekat oleh jarak dan waktulah hingga semuanya seperti ini.
Tapi tenanglah wahai engkau. Esok aku akan menemuimu dan mengajakmu mengucap ikrar di depan penghulu. Di sana para malaikat menunggu kita berjanji akan bersama, selamanya.

Tak Ada Yang Tak Mungkin

Kulihat bintang yang berkilau. Sinarnya sematkan damai di hati. Terdengar bisik yang menggelitik. Saat seraut wajah turut merayu kelopakku. Engkaulah yang kudamba selalu. Jiwa yang telah menaburkan bias-bias rindu.
Petir dan kilatannya tiba-tiba merenggutmu dari pandanganku. Hatiku sempat patah saat itu. Sempat pasrah pada malam yang kelam. Ketakutan menguasai roda putar di kepala. Akan petir dan kilatannya.
Kucoba temukan makna. Akan petir yang merenggut indahnya langit malamku. Seketika mentari menebarkan cahayanya. Membawaku pada sebuah bukti. Inilah kuasanya. Saat petir tak lagi mampu merenggut pagi-Nya. Tentangmu yang tiada pilihan. Kuhidupkan namamu di balik untaian doa.
Pada Tuhan Sang kuasa. Kuyakinkan atas segala takdir-Nya. Tentang malam. Tentang pagi. Tentangmu yang selalu hidup di hati. Tak ada yang tak mungkin di dunia ini. Suatu saat nanti kuyakin akan bersamamu. Bersama takdir yang tuhan tentukan untukmu bersama denganku.


Nyanyian Renjana Mengisah Rindu

Lisan membisik pada sepoi malam yang menyapa, membelai raga dengan gigil yang merasuk belulang. Atma bercerita dalam dekapan bayu yang sejak tadi menggoyangkan ilalang di halaman yang mulai meranggas. Kemarau melanda duniaku, tak hanya tanah yang meringkuk mencipta guratan celah sebab banyu tiada berdaya untuk bertahan mendamaikan rasa, retakan di sekujur kalbu meluas meretas harmoni rasa yang pernah singgah.
Renjana menggenggam sunyi yang mengelilingi jiwa. Sepi yang mendadak menggantung di langit-langit yang menjadi saksi melodi cinta yang di akhiri tanpa persiapan. Koda memutus alunan tembang dengan lirik yang belum selesai diucap. Perpisahan menarik paksa nada sendu untuk memainkan rasa. Hari itu mendung merajai cakrawala, Kekasihku berpamit menuju antah berantah.
Dalam rebah tanpa cahaya diri merintih, sayatan pilu yang terukir di petala kalbu terus menyebar, rasa seolah tak memudar, tanpa sadar menyiksa diri dengan harapan yang terus bertaut. Dalam dekapan bayu, pintaku sederhana, yaitu kembalinya Sang Kekasih yang merajai benak. Bersama menyanyikan lagu bahagia yang pernah terputus. Mengikis pedih dengan jarak yang terus merekat.
Suatu saat nanti, Aku ingin bersamamu kembali, tak pernah tersekat. Walau kisah dapat terjadi di Firdaus.



Rasa Pada Desember

Mendung menggantung di akhir desember. Suara hujan masih betah meletakkan jejaknya pada rerumputan hijau.
Kemudian terjalin kisah panjang dari rindu yang bermain paling manja dan resah yang paling liar mengudara dari langit.
Entah, bagaimana kita mempertanyakan pada malam, mengenai beribu bintang yang suka mengedipkan jenaka.
Kita larut dalam senja yang tampak bersahaja di bilik awan, kadang kita mengejar rindu dengan setengah hati namun kadang kita menguliti rindu begitu bersih hingga suaranya tak terdengar lantang.
Kebisuan merajalela. Kita dan kenangan saling melempar kesalahan. Berlari dari tempat yamg satu ke tempat lain. Mengadu dari garis tangan yang paling tajam ataupun yang samar.
Ah, kita paling bisa menyiasati benci dengan berpura-pura. Mengobati onak berduri dengan kaki yang beralaskan pedoman dari bibir sang waktu.
Rinai desember masih membasahi hati, pelukan nasib diperebutkan dari kekuatan segenggam tangan.
Kita mulai menghitung, berapa titik hujan yang cermat datang dan berapa juta bintang yang pernah redup menyuarakan kebaikannya.
Masih tentang kita dengan aroma desember.
Berharap rasa masih paling manis, mengulurkan harmonisnya pada alam, pada senyuman, pada ketegaran.
Melodi mainkan.sepenuh hati dalam garis waktu.


Sampan Menuju Titik Temu

Sampan masih mendayuh menggapai tujuan. Lelah pastilah dirasa saat perjalanan. Belum terlihat pulau sejauh mata beredar mengelilingi luasnya semesta. Tiada tanda bahwa kita akan bersama. Entah berada dibelah dunia mana engkau berada. Namun ku yakin kita berjalan pada titik tuju yang sama.
Lantunan doa kusematkan setiap saat. Hingga lupa kata lelah untuk berusaha menggapainya. Dewi fortuna belum pula memihak pada setiap ucap yang dipanjat. Namun nurani selalu menolak pasrah yang ditawarkan nalar. Mereka beradu pemikiran yang membuatku merasa terkecam oleh rasa yang mendalam.
Untuk dirimu; yang selalu kusisipkan dalam setiap tulisan. Yang selalu berada diantara sela doa yang kuucap. Janganlah ada kata menyerah untuk memperjuangkan rasa yang akan indah pada waktunya. Percayalah akan ada keajaiban yang akan Tuhan berikan. Meski dirasa tak mungkin untuk kita bisa bersama. Tapi masih ada harapan dan doa yang bisa kita usahakan.
Jika benar suatu saat kita bersama pada setiap langkah yang akan ditempuh. Ingin aku mengatakan semua rindu yang kurasakan dari dulu. Jika kelak kamu nyata menjadi penyempurna jiwa pun ibadahku. Inginku teriakkan pada semesta bahwa aku orang paling bahagia. Akan kubuat iri purnama pun bintang dilangit sana bahwa aku dan dia lebih dekat dari mereka. Serta akan kubuat indah cerita, melebihi indahnya semua kisah tentang lukisan indah langit yang banyak dipaparkan oleh banyak insan.


Ketika bertemu denganmu, aku ingin..

Dentuman rindu seakan menyerukan suaranya dalam batin. Menggelegarkan amarah rindu yang terusan berjerit dalam kelamnya malamku. Angin malam pun seakan menderukan aromanya saat ini. Sampai akhirnya, tanganku berhasil menggoreskan setiap asa yang ingin kusampaikan tentang rinduku yang lama tak kupijar kembali.
Aku menuliskan setiap momen yang pernah kita lalui. Aku masih ingat ketika aku kesakitan, kamu selalu hadis menutup lukaku. Ketika aku sedih, kamu selalu hadir menyapaku lembut sambil mengelus punggungku. Jika aku terbenam dalam keputusasaanku, kamu hadir menyapaku dengan senyumanmu yang setulus anganku sejak lama. Dan ketika aku tidak mengerti seluruh isi hati manusia yang kukenal di muka bumi ini, kamu hadir layaknya mentari yang menyinari hari-hariku, menghangatiku tanpa ada rasa sungkan sekalipun. Dan kamu berhasil menjatuhkan sukaku menjadi rasa cinta yang kini kupendam padamu dalam diam ini.
Aku rindu akan kita dahulu. Kapan kita bisa berjumpa kembali? Aku seperti pungguk merindukan bulan. menanti kehadiranmu yang tak jelas entah kapan datangnya. Menanti kehadiranmu yang sungguh membuatku ingin menyerah di pertengahan jalan cinta ini. Menanti kehangatanmu yang selalu berhasil membuatku jatuh hati tanpa berani bangun kembali. Sungguh, aku ingin bertemu denganmu saat ini.
Langsung kuperjelas saja apa yang kuimpikan. Ketika bertemu denganmu nanti, aku ingin membalas semua kebaikanmu padaku. ketika bertemu denganmu, aku akan memelukmu erat dan aku akan menyatakan seluruh hatiku padamu. Dan ketika aku bertemu denganmu, aku ingin kita menjadi satu pasangan yang baru untuk bumi ini. Dan ketika aku bertemu denganmu, aku ingin pertemuan kita ini menjadi pertemuan terakhir yang menjadi jalan baru untuk kita bisa bersama selamanya.
Tak peduli seberapa besar rasa benci manusia lain pada kita. Yang terpenting ketika aku bertemu denganmu di suatu saat nanti, aku ingin aku rinduku yang sudah lama terpendam kini melepas legah akan kehadiranmu. Aku ingin melepaskan rasa rinduku di suatu saat bersamamu nantinya.



Sebuah Kisah

Kamu ...
Kamu adalah sosok bayangan nyata, yang takkan pernah terganti meski waktu telah terhenti. Iya, terhenti karena hilangnya kamu dalam duniaku. Dunia yang semakin sunyi tanpa adanya kamu.
Hari demi hari kita jejaki, menjejakkan kaki di atas bumi pertiwi. Yang sama-sama saling mengukir prestasi, agar mimpi dapat di genggam dengan sepenuh hati.
Kamu, adalah pelangi yang nyata. Yang mampu memberi warna dalam setiap duka. Yang selalu membawa kebahagiaan untuk sesama. Tahukah kamu. Kamu selalu berhasil membuatku rindu. Iya, merindukan sebuah kisah yang telah lama terukir. Yang kini menjadi sebuah kenangan yang tak terganti, yang akan selalu tertanam dalam hati. Percayalah, kisah ini akan abadi, seperti layaknya Sang Mentari yang mampu menyinari bumi.
Terimakasih, atas kisah yang kini menjadi melodi dalam mimpi. Yang mampu menemani dikala kesedihan datang membawa duka. Dan, yang akan selalu mampu mengukir sebuah senyuman dengan indahnya ketulusan hati.


Engkau Tujuanku

Detik demi detik berlalu kala aku mulai menterjemahkan bait aksaraku. Ada gumpalan rindu yang menari di batas relung hati. Kawat-kawat rapuh dari gelombang elektromagnetik menuntunku untuk menatap lebih jelas, lebih ringkas dari padanan yang bergerak semu.
Renjana kini memeluk, degup hangat dari kunyahan nurani lapuk. Ada yang hilang dan aku terpuruk, berusaha mengejar semua barisan teruk. Dan lelah tercampuraduk.
Sekilas masalah kembali hadirmu mendekap bayangan ini. Saat kelam tiada bertolak, saat hati terkubur mati. Hadirmu adalah obat yang paling abadi. Tak ada racun yang lebih kuat dari canduku padamu.
Rangka-rangka bayang mulai menyikap membisik ditengah gelap. Kembali lagi tenggelam dalam kesepian. Kutanyakan pada desir akankah engkau hadir? Kuungkapkan pada hati mengapa engkau pergi?
Dan waktu mulai mengetuk saat aku mulai meringkuk. Menggenggam bayang yang tak membusuk. Dirimu hadirmu suatu saat tujuanku.


Garis Waktu

Dua ribu dua belas, dalam riuhnya sorakan penonton dan suara musik tradisional ada kamu berdesakan menerobos riuhnya penonton yang berbaris didepan. Tersenyum tenang, penuh haru dan bangga melihat permata hatinya berdiri ditengah karpet merah. Diiring dayang-dayang dan dipayungi. Berjalan diiring umbul-umbul, melangkah pelan menuju panggung. Air matamu menetes kala itu.
Dua ribu tiga belas, mentari bersinar lembut membelai barisan putih abu. Aku terbalut tawa dan bahagia tersorak gembira. Aku berlari, menuju rumah mencari pelukmu. Tenggelam dalam pelukmu beriring tangis bahagia akan prestasiku. Menguntai syukur menuju Arsy' yang Maha Kuasa.
Dua ribu delapan belas, kamu tak kuasa menahan tangis. Menatap langsung dengan netramu, aku yang berkebaya biru terbalut toga hitam berjalan bangga menuju meja wisuda. Kupeluk kamu dengan eratnya, tenggelam dan lautan kesedihan dan haru.
Dua ribu dua puluh, kamu melepasku, merelakan aku dengan imamku. Menyerahkan hartamu pada pria yang berani meminangku padamu. Dengan tangis yang tak lupa teriring, dengan ikhlas kamu melepas buah hatimu. Anak perempuanmu satu-satunya. Memeluk erat imamku, membisikan mantra-mantra ayah pada anaknya. Kamu melepasku, memindahkan penjagaanmu pada suamiku, membiarkan aku menjalani hidup baru.
Dua ribu tujuh, semua hal diatas terpatahkan. Sebelum sempat menginjak tahun-tahun tersebut, kamu pergi. Mendahului bumi dan seisinya. Meninggalkan gadis kecil tumbuh tanpa ayah. Menyisakan rencana-rencana hidup yang jadi wacana. Menyisakan duka dan luka panjang. Membuat ingatanku terhadap semua tentang ayah terhenti di dua ribu tujuh. Ayah, semua terhenti di 31 Oktober 2007.


Dekap Dalam Harap

Parung waktu bersanding pada detak demi detak yang tersuguh oleh dentangan arloji, menepikan sebuah massa.
Akankah?
Kita, berpaut rentang jarak yang kerap kali tega menggerogoti relung raga, terhunus habis akan rindu menggebu, luruh asa petuah sendu yang terselubung jinak oleh hausnya sebuah dekapan.
mungkinkah?
Dambaan hadirmu, merasuki mimpi-mimpiku kala waktu menjatuhkan sadarku dalam lamunan. Naluri harap menyulam rapih lirih-lirih kerinduan agar tersemogakan dalam pertemuan.
Suatu massa, tatkala pelupuk pandang mampu melihat hadirmu dalam dimensi nyata, juga tatkala ragaku tak lagi bersulang dalam ilusi. Aku, akan benar-benar menjadi sosok berbahagia bilamana harapku tersanding nyata bersamamu.
Deru Aamiin lah yang mampu menyemogakan.

Hanya tentang waktu bukan janji

Bersamamu adalah hal istimewa untukku, tak ada yang istimewa selain itu, meski aku harus menunggu kamu bersama waktu yang tak kunjung temu. Dulunya kau janjikan sebuah harapan untuk bersatu pada waktu yang telah kau tentu di bulan itu.sekian lama aku menunggu bertekuk lutut pada waktu yang terus merangkak maju, belum juga ku temu harapan itu.
Ingat...
Waktu di mana kau menjanjikan sesuatu tanpa ragu padaku , bahwa suatu saat kau akan menjadi seutuhnya dari ku
Di bawah rona jingga dan gemuruh suara ombak yang menggoda kita untuk bicara dan bertatap muka membuka tema tentang cinta, tentang kasih dan sayang yang nyata , yang akan kita wujudkan suatu ketika.
Degup jantung menyapu detik
Tanpa henti aku memikirkan mu, meski perjanjian lama tak kau tepati tidak membuat aku menyerah untuk menunggu janji.
Aku tahu suatu saat,lama atau cepat, kau dan aku akan bertemu pada waktu yang di tentukan oleh tuhan , bukan waktu yang di tentukan oleh kamu ataupun aku.
Dermaga tua dengan kisah yang indah bersama aku dan kamu kelak akan menjadi ratu dan raja yang penuh rasa cinta dan bahagia tanpa ada rasa kecewa ataupun penyesalan yang melanda.


Tuk Sekian Kali

Belum cukup asa ini terpenggal dalam kabut bisu. Merasakan rasa sakit yang tergores ribuan belati dari kata penantian. Luka itu sudah lama mendiam. Menjelma menjadi aksara tuk tingggalkan semua. Menjauh darimu, lelaki dengan tatapan senja
Namun, tak kusangka tubuhku lunglai seketika. Seperti mati rasa kehilangan arti kehidupan. Penompangku koyak termakan hasutan cinta sesaat bersamamu yang tak sematkan kesetiaan. Berulang kali dengan nada samar sembunyi dibalik malam.
Sudahlah, cinta tak perlu dipaksa. Biarkan irama rasa itu mengalir pelan. Dengan waktu yang membawanya pulang di pertiga malam yang penuh dengan kedamaian. Namun, sampai kapan penantian ini akan temukan pemberhentian. Laju samar yang tercipta tak kunjung melaju cepat. Bersimpuh dibalik kata diam. Aku ingin melukis kesendirian ini bersamamu. Lewati malam kelabu dengan sekilas senyum yang kau tabur di ujung lelap itu. Bukan untuk sesaat, melainkan selamanya hingga waktu menutup goresan pena kisah kita.
Namun, untuk sekian kali, bayangan purnama tenggelamkan asa itu. Dibalik malam dingin yang berawan mendung, ia telah membawamu ke ruang yang lalu. Bersama perempuan yang terlebih dahulu datang dalam setiap mimpimu dan kau katakan dengan lantang, ia adalah takdirku. Lalu, bagaimana denganku yang terlanjur sematkan ketulusan disepanjang waktu. Benarkah hanya seonggok buih yang telah kehilangan kendali melalui asa berlebih bersamamu di suatu saat nanti?

Mantra Kepalsuan

Aku terpikat pada tiap kata yang kau untai bagai mantra pembawa rasa. Keyakinan itu kian merasuk, membujuk setiap nadiku untuk mencintaimu, walau pandangan tak saling memandang, namun kertap suara mu kian memuai memenuhi garis kesunyian. Temu masih menungggu disudut ruang, berharap rindu datang dari celah-celah kasih dan sayang.Kita tak pernah merencanakan sebuah pertemuan, semuanya berjalan segaris dengan takdir Tuhan.
7 November 2018, tak pernah luput dalam ingatan , untuk pertama kalinya empat bola mata saling menyapa dalam keheningan, hingga simpul tawa terukir pada dua raut wajah yang memendam sebuah rasa. Aku kian terjatuh dalam binar mata sayu yang memancarkan sebuah harapan. Hingga detik jam menyadarkanku untuk mengistirahatkan kisah dan kasih malam itu. Ku jabat tangan mu untuk pertama kalinya. Hangat sentuhanmu mengalir pada tiap rongga dalam tubuhku. Kita biarkan malam pergi membawa harapan tentang kepercayaan untuk saling menyimpan sebuah nama dalam bilik hati yang telah tersimpul mati.
"Percaya Padaku" kata yang kerap kau ucap untuk meyakinkan hatiku yang terkadang menemui ragu. Ku coba untuk mempercayai setiap gerak dari panca indra mu. Sampai tiba masanya gelisah menghampiriku, ia datang membawa sebuah tanya atas hilangnya kabarmu. Puluhan ribu detik kau menghilang dari hidupku, tanpa sebuah alasan dan kepastian.
Ku putuskan untuk pamit melangkah pergi dari hidupmu. Aku tersadar bahwa yang ku cintai hanyalah bayangan yang kini ku sebut kenangan. Jika niat mu hanya sebatas untuk membuat luka menjadi nyata, aku tak mengapa. Biar do'a yang membalut segala perih dan menepis segala harapan yang berlandas pada kepalsuan.

Pulanglah, Rindu Menunggu

Apa yang kau lakukan? Setelah dengan mudah kau menciptakan. Hitam matamu selalu mempertajam, saat itu. Waktu-sewaktu membuatku terbuai akan kornea matamu. Lesung tawamu begitu membara di mataku. Apa yang kau lakukan? Saat suaramu selalu berisik di hidupku. Tak termakan waktu karna keadaan. kau sangat bahagia, waktu itu yang masih dapat aku lihat. Lalu tanyaku selalu merogoti kepalaku. Kuhilangkan setiap harinya, tapi kamu dengan mudah menumpuknya setiap detik.
Lalu saat itu, tanyaku semakin memuncak. Ada yang aneh pada itu, sedikit sekali aku menemukan jawaban, tapi aku tidak suka. Lalu, setiap harinya aku semakin suka kau menumpukan pertanyaan, hingga mereka terlalu betah di dalam kepalaku. Aku suka pencarianmu padaku. Katanya, kala itu hati sangat nakal ingin mencari. Tapi nyatanya kau sendiri yang menghentikanya. Kenapa? kau terlalu licik saat itu.
Ada gurat kecewa kutemukan setelahnya. Kau tampak menyungguhkan gula padaku, tapi setelah kuaduk ada kopi di bawahnya. Sayang, hatiku tetap suka menyambut dirimu. Apa yang salah setelahnya? Saat aku mulai pandai merindukan dirimu. Bayanganmu selalu main saatku terlelap, tidak kuusir tentunya.
Waktu-sewaktu kau begitu sepi. Tidak berisik seperti waktu itu. Lagi dan lagi aku tidak suka. Apa yang kau lakukan? Kau ingin tinggal atau hanya bertamu ingin bermain. Ini hati bukan taman bermain. Boleh aku, bicara? Berlakulah seperti dulu. Kau memang mudah melepaskan tapi rindu semakin kuat mengikat. Tak kumengerti bagaimana melepaskannya. Bantu aku! Meski harus dengan pisau caramu menguraikannya.
Kebodohanku selalu berlomba dengan waktu. Kornea matamu selalu menghilang di hadapanku. Suaramu semakin tenggelam dengan tawa yang lain. Bahkan pencarianmu semakin jauh tertinggal di seberang sana. Tidak banyak orang yang tau. Aku dan hati tetap pada tempatnya, menunggumu untuk pulang kembali. Bersamamu lebih hangat dibandingkan selimutku di kamar. Rindu juga menemaniku, bahkan dialah yang lebih agresif. Jadi, dipercepatlah kedatanganmu. Jangan membuatku terlalu asik menunggumu.


Inginku Denganmu Lagi

Senja sore itu mengantarku pada pintu gerbang rindu. Kubuka, dan aku masuk. Hembusan angin lembut menyapaku, mengantarku pada kenangan di masa lalu. Kenangan indah yang belum membiru, belum hilang tergerus waktu. Deru nafasku bergemuruh ketika merindu pada kenangan yang tak jua luruh.
Kisah dua orang remaja yang saling mencinta. Menjadi pewarna kalbu di masa putih abu. Kala itu, ya kala itu. Ketika asmara berkobar dihati. Ketika nurani tak mampu membendung kebahagiaan sejati. Bersamanya aku bahagia, bersamanya kutumpahkan segala rasa di jiwa. Dan sampai saat ini rasa itu masih ada.
Masih ingatkah kau dengan semua itu? Ah rasanya kau sudah lupa. Padahal aku berharap dengan penuh tatap untukmu mengingat semua kenangan yang kita alami. Jarak yang memisahkan. Jarak yang meluluhlantahkan. Dan jarak yang menepiskan harapan. Untuk bersamamu saat ini.
Inginku denganmu lagi. Merajut cinta kasih yang sementara hilang terbias jarak. Padahal aku disini dengan rindu dan kenangan akan tentangmu semakin mengarak. Pulanglah, katamu ingin kau segera pulang agar juga bisa bersamaku lagi? Kuharap kau tak lupa akan janji yang sudah terpatri.

No comments for "Kumpulan Prosa tema 'Saat Bersamamu' Terbaru update 2020"